Gunung Ciremai yang berketinggian 3078 meter di atas permukaan laut
memiliki banyak jenis tumbuhan. Mulai dari pohon pinus, pohon seruni,
dan dan pohon kopi. Jenis margasatwa pun banyak berkeliaran. Dari sekian
banyak tumbuhan dan jenis burung ada beberapa hewan yang dipercaya
mempunyai kekuatan mistik. Mendekati puncak, banyak beterbangan ayam
alas dengan bulunya yang bersih mengkilat. Gunung Ciremai identik dengan
Sunan Gunung Jati, salah satu Walisongo, penyebar Islam di Jawa Barat.
Sekitar tahun 1521-1530, Sunan Gunung Jati diyakini bertapa di puncak
Ciremai. Ketika itu, bangsa Portugis begitu kuat menekan para ulama,
pejuang, dan rakyat kecil. Menjelang peperangan, Sunan Gunung Jati naik
ke puncak Ciremai bertapa, menyendiri dan bermunajad kepada Tuhan.
Tempat tapa dan pertemuan para wali itu bernama Batulingga dan diyakini
oleh masyarakat Cirebon sebagai tempat ngalap berkah memberi manfaat dan
membantu orang-orang yang dalam kesulitan.
Nyi Linggi dan Macan Tutul
Satu misteri yang selalu menjadi perbincangan masyarakat sekitar Gunung
Ciremai adalah misteri Nyi Linggi dan dua macan kumbang. Menurut Maman,
salah satu juru kunci Ciremai, setelah Sunan Gunung Jati tidak bertapa
di Batulingga, maka Nyi Linggi datang ke tempat tersebut menggantikan
Sunan Gunung Jati.
Namun kedatangan Nyi Linggi ke Batulingga tidak sendirian, ia ditemani
oleh dua binatang kesayangannya yaitu macan tutul. Kedatangan Nyi Linggi
ke Batulingga ingin mendapatkan ilmu kedigdayaan. Tapi sayangnya Nyi
Linggi gagal memperoleh ilmu yang diinginkan. Nyi Linggi meninggal dunia
di Batulingga sementara dua temannya yaitu macan tutul hilang entah ke
mana. Kabarnya masyarakat setempat menemukan mayat Nyi Linggi. Kejadian
aneh sering terjadi di sekitar Batulingga, yaitu sosok Nyi Linggi dan
dua macan tutul sering menampakkan diri.
Cikal Bakal Nenek Moyang
Selain sebagai tempat bertapanya Sunan Gunung Jati, ternyata Gunung
Ciremai sejak ribuan tahun silam telah dihuni oleh manusia purba.
Masyarakat Kuningan dan sekitarnya terutama mereka yang hidup di kawasan
kaki Gunung Ciremai merasa bangga. Mereka yakin bahwa asal-usul
orang-orang Jawa Barat datangnya dari Gunung Ciremai. Keyakinan tentang
hal ini diperkuat oleh ditemukannya beberapa benda bebatuan yang
diyakini zaman Batu Besar. Umurnya sekitar 3.000 tahun Sebelum Masehi.
Pada tahun 1972 ditemukan batu besar berbentuk peti mati. Penemuan itu
mengandung makna bahwa di kaki Gunung Ciremai telah dihuni oleh manusia
sejak ribuan tahun Sebelum Masehi. Dipercaya pula bahwa arwah nenek
moyang berkumpul dan sering menampakkan diri. Para ahli peneliti sepakat
bila wilayah Kuningan Gunung Ciremai merupakan tempat bermukim manusia
tua usia. Mereka memuja arwah nenek moyang untuk meminta berkah
kesuburan tanah, kemakmuran, dan kesejahteraan.
Injak Bumi Hindari Hantu
Maman (juru kunci Ciremai yang mengantar posmo ke puncak Ciremai) selalu
menghentikan langkahnya dan mengucapkan Assalamualikum ketika memasuki
pos. Menurut Maman, jika ingin selamat dan tidak diganggu oleh dedemit
nakal injak bumi sebanyak tiga kali lalu ucapkan salam. Ini bermakna
bahwa penghuni pos atau dedemit penguasa tidak merasa tersinggung oleh
datangnya manusia. ‘’Di sini (Ciremai) banyak manusia jadi korban. Tidak
hanya manusia yang mati, tapi juga kuda. Mereka tidak kuat melaksanakan
tugas yang dibebankan penjajah Belanda, hingga menemui ajalnya,’’ kata
Maman.
Misteri Jalak Hitam
Ketika perjalanan sudah mencapai Pengalap atau pos VI, berarti pendakian
telah mencapai separuh. Dan harus berhati-hati jika sudah memasuki
Pengalap atau pos VI. Pengalap berarti jemputan. Di pos Pengalap setiap
pendaki akan didatangi dua binatang yang sampai sekarang masih misteri
keberandaannya, yaitu Jalak Hitam dan Tawon Hitam.
Maman yang mengaku naik ke puncak 3 kali setiap bulan, sampai sekarang
mengaku belum tahu mengapa Jalak Hitam selalu mengiringi pendaki dari
Pengalap ke Seruni. Dan, juga Tawon Hitam yang selalu datang mengganggu.
Pengasinan berarti asin. Khusus bagi masyarakat Linggarjati bermakna
bahwa siapa saja yang ingin mencapai puncaknya dengan cepat dan selamat
sampai di rumah diharuskan membawa ikan asin.
Enam Belas Jam Menuju Puncak
Gunung Ciremai diapit dua kabupaten yaitu Kuningan sebelah timur dan
Majalengka sebelah barat. Untuk mencapai puncak Ciremai bisa melalui
tiga jalur yaitu Linggarjati dari arah timur, Pelutungan dari arah
selatan, dan Majalengka dari arah barat. Medan paling berat dan menguras
tenaga dan juga sangat berbahaya adalah jalur dari sisi timur melewati
Desa Linggarjati, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan. Jarak tempuhnya
kurang lebih 8 km, 90 persen jalannya terjal.
Gunung Ciremai termasuk salah satu gunung paling berat di tanah Jawa.
Masyarakat setempat dan juga para pendaki menyebutnya jalur maut. Untuk
mencapai puncaknya butuh waktu sekitar 12 sampai 16 jam perjalanan.
Tergantung kekuatan fisik pendaki. Gunung Ciremai memang tidak terlalu
tinggi, hanya 3.078 mdpl. Namun start pendakian dimulai dari ketinggian
sekitar 750 mdpl, maka perjalanan cukup panjang.
Dengan demikian, sisa perjalanan menuju puncak Ciremai sekitar 2.350
meter garis vertikal atau sekitar 8 km melalui jalur. Perlu diketahuil,
dari semua gunung yang ada di tanah Jawa hanya Gunung Ciremai-lah yang
start pendakiannya dimulai dari ketinggian 750 mdpl. Jalur dakinya tidak
ada jalan datar, 90 persen berjalur terjal dan sudut kemiringannya
antara 70 sampai 80 derajat.
Pantangan di Gunung Ciremai
Menurut juru kunci gunung, pantangan di Gunung Ciremai tidak boleh
mengeluh, memegang lutut, kencing dan buang air besar sembarangan.
Setiap memasuki pos diharuskan mengucapkan salam sebagai tanda minta
izin masuk dan pertanda kesopanan. Menurut Maman, setiap pos yang
jumlahnya 12 pos banyak dihuni dedemit. Ucapan salam tidak hanya ketika
datang tapi juga saat meninggalkan gunung.
Diposkan oleh 'blog penasaran' di 08.59
Gunung Ciremai juga terkenal dengan mitos Nini Pelet.
Pelet itu berasal dari nama seorang tokoh legendaris, ialah Nini Pelet
dari gunung Ciremai Cirebon, dan Mbah Buyut Pelet dari Pajajaran.
Jadi istilah Pelet yg bertujuan untuk menarik pujaan hati,
ialah berasal dari istilah ketenaran seorang tokoh yg ilmunya sangat
hebat dalam bidang percintaan, yg dalam hal ini ialah kedua tokoh dari
Sunda tersebut
Spirit dari Nini Pelet, ialah Djinn Quraesin dari Rawa Onom Banjar
Parahyangan zaman Prabu Selang Kuning, sebagian berpendapat dewi
quraesin ini bukan dari rawa onom tapi bertempat di kaki gunung ciremai .
Dewi Quraesin dan Nyi Pelet itu dapat dikalahkan keilmuannya oleh Ki
Buyut Mangun Tapa dari Cirebon keturunan Mbah Kuwu Cakrabuana dan Kitab
Ilmu Pelet Dewi Quraesin dapat direbut oleh Ki Buyut dan dipelajari juga
disempurnakan dengan keilmuan hikmah. Sehingga Ilmu Pelet Jaran Goyang
sekarang terbagi menjadi 2 silsilah dan khodam ada yang berasal dari
Nini Pelet dan Dewi Quraesin ada yang berasal dari Ki Buyut Mangun Tapa.
JALUR PENDAKIAN GUNUNG CIREMAI
Jalur Linggarjati
Jalur pendakian dari Linggarjati ini sangat jelas, karenanya menjadi
pilihan utama para pendaki. Dibandingkan dengan jalur lain, jalur
Palutungan misalnya, jalur Linggarjati ini lebih curam dan sulit, dengan
kemiringan sampai 70 derajat. Di jalur ini air hanya terdapat di
Cibunar.
Dari Desa Linggarjati berjalan lurus, kurang lebih 1/2 jam, mengikuti
jalan desa melewati hutan pinus, kita akan sampai di Cibunar (750
m.dpl). Disini kita menjumpai jalan bercabang, ke arah kiri menuju
sumber air dan lurus ke arah puncak. Kalau tidak bermalam di Desa
Linggarjati, kita bisa berkemah di Cibunar ini.
Persediaan air hendaknya dipersiapkan disini untuk perjalanan pulang
pergi, karena setelah ini tidak ada lagi mata air. Dari Cibunar, kita
mulai mendaki melewati perladangan dan hutan Pinus, dan kita akan
melewati Leuweung Datar (1.285 m.dpl), Condang Amis (1.350 m.dpl), dan
Blok Kuburan Kuda (1.580 m.dpl), disini kita dapat mendirikan tenda.
Dari Cibunar sampai ke Blok Kuburan Kuda dibutuhkan waktu kira-kira 3
jam.
Jalur akan semakin curam dan kita akan melewati Pengalap (1.790 m.dpl)
dan Tanjakan Binbin (1.920 m.dpl) dimana kita bisa temui pohon-pohon
palem merah. Selanjutnya kita lewati Tanjakan Seruni (2.080 m.dpl), dan
Bapa Tere (2.200 m.dpl), kemudian kita sampai di Batu Lingga
(2.400m.dpl), dimana terdapat sebuah batu cukup besar ditengah jalur.
Menurut cerita rakyat, dasar kawah Gunung Ciremai sama tingginya dengan
Batu Lingga ini. Perjalanan dari Kuburan Kuda sampai ke Batu Lingga ini
memakan waktu sekitar 3 - 4 jam. Di beberapa pos, kita dapat jumpai nama
tempat tersebut, walaupun kadang kurang jelas karena dirusak. Dari Batu
Lingga kita akan melewati Sangga Buana Bawah (2.545 m.dpl) dan Sangga
Buana Atas (2.665 m.dpl), mulai di jalur ini kita bisa memandang kearah
pantai Cirebon. Burungburung juga akan lebih mudah kita jumpai di daerah
ini, dan selanjutnya kita akan sampai di Pengasinan (2.860 m dpl), yang
dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam dari Batu Lingga. Di sekitar
Pengasinan ini akan dijumpai Edelweis Jawa (Bunga Salju) yang langka
itu, namun dari waktu ke waktu semakin berkurang populasinya. Dari
Pengasinan menuju puncak Sunan Telaga atau Sunan Cirebon (3.078 m.dpl)
masih dibutuhkan waktu sekitar 0,5 jam lagi, dengan melewati jalur yang
berbatu-batu.
Dari puncak, akan kita saksikan pemandangan kawah-kawah Gunung Ciremai
yang fantastis. Bila cuaca cerah kita juga dapat menikmati panorama yang
menarik ke arah kota Cirebon, Majalengka, Bandung, Laut Jawa, Gunung
Slamet dan gunung-gunung di Jawa Barat. Pemandangan lebih menarik akan
kita jumpai pada waktu matahari terbit dari arah Laut Jawa. Suhu di
puncak bisa mencapai 8 -13 C. Dari puncak ke arah kanan kita bisa menuju
ke kawah belerang yang ditempuh dalam 1,5 jam perjalanan. Untuk
mengitari puncak dan kawah-kawahnya, diperlukan waktu 2,5 jam.
Dari Puncak kearah kiri 15 - 20 menit perjalanan, kita akan jumpai 3
buah cerukan, yang posisinya lebih rendah dari puncak dinding kawah,
tempat yang cukup nyaman untuk bermalam dan berlindung dari tiupan angin
kencang dari arah kawah.
Perjalanan mendaki puncak Gunung Ciremai rata-rata membutuhkan waktu
8-11 jam dan 5-6 jam untuk turun, dengan demikian kita harus mendirikan
tenda di perjalanan. Karena itu perlengkapan tidur (sleeping bag, tenda
dsb.), dan perlengkapan masa adalah suatu keharusan.
Pendakian pada musim kemarau cukup menyenangkan karena cuaca lebih
bersahabat, dan kondisi medan tidak terlalu licin, serta pemandangan
lebih cerah.
Jalur Palutungan
Jalur Palutungan tidak terlalu curam seperti jalur Linggarjati, tetapi
kita harus menambah waktu tempuh 2-3 jam. Dari Terminal Kuningan kita
bisa langsung menuju Desa Palutungan yang jaraknya 9 km dengan Angkutan
Pedesaan. Fasilitas telepon Interlokal terakhir tersedia di Kuningan. Di
Palutungan hanya ada toko-toko kecil, maka sebaiknya keperluan logistik
untuk bekal pendakian dipenuhi di Kuningan. Di Desa Palutungan terdapat
areal perkemahan yang bernama Bumi Perkemahan Erpah, perjalanan hanya
membutuhkan waktu 10 menit, dan setiap hari libur banyak pengunjung
berwisata di tempat ini. Persedian air untuk pendakian sebaiknya
disiapkan di desa ini dan untuk menginap.
Dari Palutungan pendakian kita teruskan melalui Cigowong Girang (1.450
m.dpl), selama 3 jam perjalanan, dimana terdapat sebuah sungai kecil
yang lebarnya ± 1 - 1,5 m. Disini kita bisa menambah persediaan air dan
mendirikan tenda di tempat ini, walaupun tempatnya kurang memadai dan
suhu sudah cukup dingin. Selanjutnya kita akan memasuki hutan dan
melalui Blok Kuta (1.690 m.dpl) dan Blok Pangguyungan Badak (1.790
m.dpl).
Dari Tegal Jumuju perjalanan kita teruskan menuju ke Sanghyang Rangkah,
Selama 2 jam perjalanan. Di Sanghyang Rangkah menuju terdapat lokasi
pemujaan yang sering di pergunakan oleh penduduk di sekitar lereng untuk
upacara memohon keselamatan. Dari sini perjalanan kita teruskan menuju
ke Gua Walet (2.925 m dpl), selama 4 jam perjalanan.
Gua walet merupakan bekas letusan yang berbentuk terowongan. Disini kita
juga bisa mendirikan tenda untuk bermalam. Esok harinya kita bisa
menuju ke Tepi Kawah (3.056 m dpl) dan Langsung ke puncak, selam 3 jam
perjalanan.
Pemanduan, Perijinan dan Keadaan Darurat
Jika ingin mendaki Gunung Ciremai kita dapat meminta ijin di PERHUTANI
Kuningan dan Polisi setempat (POLSEK Kuningan), dengan alamat: PERHUTANI
KPH Kuningan Jl. Siliwangi 43 Kuningan- Jawa Barat (Telp. 0232-81144).
Kita juga harus mendapat Rekomendasi dari Dinas Sosial Politik
(Ditsospol) Kabupaten Kuningan dan Ijin dari Kepolisian Resort Kuningan.
Bila kita mendaki lewat Desa Linggarjati, kita harus melapor ke petugas
PERHUTANI, Pak Juned untuk perbaikan pondok pendaki. Pak Juned dapat
memberi informasi tentang jalur pendakian Gunung Ciremai, juga bisa
membantu mencarikan pemandu atau porter. Bila kita lewat jalur Apui kita
melapor dahulu kepada PERHUTANI unit Apui.Untuk mencari Pemandu gunung
dapat di cari di Apui. Bila terjadi keadaan darurat saat melakukan
pendakian di Gunung Ciremai selain menghubungi aparat desa setempat,bisa
juga menghubungi Organisasi Pencinta Alam, AKAR di Kuningan dan WANADRI
di Bandung.
Perjalanan kita teruskan dengan melewati Blok Arban (2.030 m.dpl),
kemudian Tanjakan Assoy (2.108 m.dpl). Di tempat ini kita bisa
beristirahat sebelum melewati tanjakan yang cukup curam. Dari Cigowong
Girang diperlukan waktu 4-5 jam menuju tempat ini. Selanjutnya kita akan
melewati Blok Pesanggrahan (2.450 m.dpl) dan Blok Sanghyang Ropoh
(2.590 m.dpl), kemudian kita akan sampai pada pertigaan (2.700 m.dpl)
yang menuju ke Apui dan ke Kawah Gua Walet. Kira-kira 2 jam waktu tempuh
dari Tanjakan Assoy ke pertigaan ini. Dari pertigaan kita menuju Kawah
Gua Walet (2.925 m.dpl) dan ke puncak Sunan Cirebon, yang diperlukan
waktu 1,5 jam perjalanan.
Jalur Maja (via Apui, Cipanas )
Untuk mencapai kampung Apui, Cipanas. Dari arah kota Cirebon naik bus
menuju ke Majalengka, lalu dilanjutkan dengan naik minibus menuju ke
Maja (556 m dpl). Setelah sampai di Maja kita turun dan naik lagi
Angkutan Pedesaan menuju ke Desa Cipanas. Di Desa Cipanas kita akan
menemui lahan bekas perkebunan Teh Argalingga yang sangat luas tapi
sekrang telah berubah menjadi lahan sayur-sayuran. Di sini saat matahari
tenggelam di ufuk barat pemandangannya sangat indah.
Dari desa Cipanas, perjalanan kita teruskan menuju ke kampung Apui
(1.100 m dpl) dengan angkutan pedesaan. Setiba di kampung Apui kita
mempersipakan kebutuhan air karena sepanjang jalur pendakian tidak
terdapat mata air. Kampung Apui, Mayoritas penduduknya Sunda dan bermata
pencaharian sebagai petani sayur-sayuran. Jalan masuk ke kampung ini
banyak terdapat tanjakan - tanjakan dengan kemiringan hampir 70 derajat.
Awal pendakian dimulai melewati perladangan dan hutang produksi selam
3-4 jam kita akan sampai di Berod. Disini kita akan menemui pertigaan,
kita ambil yang ke arah puncak). Setiba di Berod perjalanan kita
teruskan menuju ke Simpang Lima (Perempatan Alur), perjalanan memakan
waktu sekitar 0,5 jam dari Berod, lalu di teruskan menuju Tegal
Mersawah. Di Tegal Mersawah perjalanan langsung kita teruskan menuju ke
Pangguyangan Badak. Disini kita bisa beristirahat. Perjalanan kita
teruskan 2 jam lagi kita akan sampai di Tegal Jumuju (2.520 m dpl). Dari
Tegal Jumuju perjalanan kita teruskan menuju ke Sanghyang Rangkah,
Selama 2 jam perjalanan. Di Sanghyang Rangkah menuju terdapat lokasi
pemujaan yang sering di pergunakan oleh penduduk di sekitar lereng untuk
upacara memohon keselamatan. Dari sini perjalanan kita teruskan menuju
ke Gua Walet (2.925 m dpl), selama 4 jam perjalanan.
Gua walet merupakan bekas letusan yang berbentuk terowongan. Disini kita
juga bisa mendirikan tenda untuk bermalam. Esok harinya kita bisa
menuju ke Tepi Kawah (3.056 m dpl) dan Langsung ke puncak, selam 3 jam
perjalanan.
Pemanduan, Perijinan dan Keadaan Darurat
Jika ingin mendaki Gunung Ciremai kita dapat meminta ijin di PERHUTANI
Kuningan dan Polisi setempat (POLSEK Kuningan), dengan alamat: PERHUTANI
KPH Kuningan Jl. Siliwangi 43 Kuningan- Jawa Barat (Telp. 0232-81144).
Kita juga harus mendapat Rekomendasi dari Dinas Sosial Politik
(Ditsospol) Kabupaten Kuningan dan Ijin dari Kepolisian Resort Kuningan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar